Other Recent Articles

Keutamaan Mendatangi dan Berjalan Kaki ke Masjid

By Unknown on Tuesday 14 August 2012 0 comments


Keutamaan Mendatangi Masjid
(Keutamaan Mendatangi Masjid Secara Umum Baik Berjalan Kaki Maupun Berkendara)

Mendatangi dan berangkat menuju masjid adalah banyak keutamaan yang disebutkan oleh hadits-hadits nabawiah. Kami mencukupkan dengan hanya menyebutkan sebagian di antaranya:

Pertama :

”Barangsiapa yang berwudhu di rumahnya dan memperbaiki wudhunya kemudian dia mendatangi masjid, maka dia adalah orang yang berziarah kepada Allah, dan sudah kewajiban bagi yang diziarahi untuk memuliakan orang yang berziarah.”

Al-Mundziri berkata tentang hadits ini (1/130), ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dari Salman radhiyallahu'anhu dengan dua sanad, salah satunya jayyid. Al-Baihaqi meriwayatkan yang semakna dengannya secara mauquf dari sebagian sahabat Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam dengan sanad yang shahih.”

Al-Haitsami berkata (2/31), ”Ath-Thabarani meriwayatkannya dalam Al-Kabir dan perawi salah satu dari kedua sanadnya adalah perawi Ash-Shahih.”

Saya berkata: Hadits ini mempunyai pendukung dari hadits Abdullah bin Mas’ud secara marfu’ dengan lafazh, ”Sesungguhnya rumah-rumah Allah di bumi adalah masjid-masjid, dan sesungguhnya wajib atas Allah untuk memuliakan orang yang berziarah.”

Al-Haitsami berkata (2/22), ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dan di dalam sanadnya adalah Abdullah bin Ya’qub Al-Kirmani, seorang rawi yang lemah.”

Saya berkata: Sanadnya di dalam Al-Kabir sebagai berikut: Al-Abbas bin Hamdan Al-Ashbahani menceritakan kepada kami (dia berkata): Abdullah bin Abi -demikian yang tertulis- Ya`qub Al-Kirmani (dia berkata): Abdullah bin Yazid Al-Muqri` mengabarkan kepada kami (dia berkata): Al-Mas’udi mengabarkan kepada kami dari Ibnu Ishaq dari Amr bin Maimun dan seterusnya.

Al-Abbas bin Hamdan ini adalah Al-Hanafi, Ath-Thabarani sangat sering meriwayatkan hadits darinya dan dia meriwayatkan satu haditsnya di dalam Al-Mu’jam Ash-Shaghir (hal. 121) karyanya. Saya tidak menemukan ulama yang menyebutkan biografinya, dan mungkin dia terdapat dalam Thabaqat Al-Ashbahaniyin karya Ibnu Hibban. Dan di antaranya adalah sebuah manuskrip dalam Perpustakaan Azh-Zhahiriah, maka silakan merujuk kepadanya. Semua perawi lainnya tsiqah kecuali Al-Kirmani, karena dia adalah rawi yang lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Haitsami dan Adz-Dzahabi sebelumnya.

Kedua :

”Barangsiapa yang pergi atau berangkat ke masjid maka Allah akan mempersiapkan untuknya hidangan di dalam surga setiap kali dia pergi atau berangkat.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2/117), Muslim (2/132) dan Ahmad (2/508-509) dari Yazid bin Harun -guru Ahmad dalam sanadnya- (dia berkata): Muhammad bin Mutharrif mengabarkan kepada kami dari Zaid bin Aslam dari Atha` bin Yasar dari Abu Hurairah secara marfu’.

Al-Hafizh berkata, ”Lahiriah hadits ini menunjukkan adanya pahala bagi siapa yang mendatangi masjid secara mutlak. Akan tetapi yang dimaksudkan di sini terkhusus bagi siapa yang mendatanginya untuk beribadah, dan ibadah terbesar adalah shalat, wallahu a’lam.”

Ketiga :
”Barangsiapa yang berangkat ke masjid jamaah, maka setiap langkahnya akan menghapuskan kejelekan dan setiap langkahnya akan dituliskan pahala, pergi dan pulangnya.”

Ini berasal dari hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash.

Diriwayatkan oleh Ahmad (2/172) dari jalan Ibnu Lahiah (dia berkata): Huyaiy bin Abdillah menceritakan kepada kami bahwa Abu Abdirrahman menceritakan kepadanya bahwa dia mendengar Abdullah bin Amr bin Al-Ash menceritakannya secara marfu’.

Ini adalah sanad yang hasan. Yang dikhawatirkan dari Ibnu Lahiah hanyalah kalau dia bersendirian karena hafalannya yang jelek, walaupun pada dasarnya dia sendiri adalah rawi yang tsiqah, dan di sini dia telah mendapat dukungan.

Al-Haitsami berkata (2/29) setelah dia membawakan hadits ini, ”Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, dan semua perawi Ath-Thabarani adalah perawi Ash-Shahih sementara perawi Ahmad, di antara mereka ada Ibnu Lahiah.”

Al-Munawi berkata (1/125), ”Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang hasan, serta Ath-Thabarani dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya.”

Kelihatannya Ibnu Hibban juga meriwayatkannya selain dari jalan Ibnu Lahiah, karena Ibnu Lahiah sendiri lemah menurut Ibnu Hibban.

Dia berkata tentangnya, ”Saya telah meneliti semua hadits-haditsnya dari riwayat orang-orang yang meriwayatkan darinya terdahulu dan yang belakangan, maka saya melihat adanya percampurbauran dalam riwayat orang-orang yang meriwayatkan darinya belakangan dan dari riwayat orang-rang yang terdahulu ada banyak riwayat yang tidak ada asalnya. Lalu saya kembali mengumpulkan jalan-jalannya, maka saya menemukan dia sering melakukan tadlis dari rawi-rawi yang lemah tapi menyandarkannya kepada rawi-rawi yang dianggap oleh Ibnu Lahiah sebagai rawi yang tsiqah, lalu dia menyandakan riwayat-riwayat palsu itu kepada mereka.”

Kemudian, kelihatannya Ath-Thabarani meriwayatkannya selain dari jalan Huyaiy bin Abdillah karena dia ini bukan termasuk perawi Ash-Shahih.

Sementara Al-Haitsami berkata tentang perawi haditsnya, ”Mereka semua adalah rawi yang shahih,” tanpa ada pengecualian.

Keempat :

”Barangsiapa yang berjalan di kegelapan malam menuju ke masjid maka dia akan berjumpa dengan Allah -Azza wa Jalla- dengan cahaya pada hari kiamat.”

Ini dibawakan oleh Al-Mundziri (1/129) dari hadits Abu Ad-Darda` secara marfu’.

Dia (Al-Mundziri) berkata, ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dengan sanad yang hasan dan juga Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Lafazhnya adalah, ”Barangsiapa yang berjalan di kegelapan malam menuju ke masjid-masjid maka Allah akan memberikan kepadanya cahaya pada hari kiamat.”

Al-Haitsami berkata (2/30), ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dan semua perawinya tsiqah.”

Hadits ini mempunyai banyak pendukung yang semakna dengannya, yang dengannya hadits ini bisa naik ke derajat shahih. Di antaranya adalah:

Dari Abu Hurairah. Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Ausath dengan sanad yang hasan, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mundziri dan Al-Haitsami mengikutinya.

[Diringkas dari Ats-Tsamar Al-Mustathab jilid 1 karya Asy-Syaikh Al-Albani pada bab hukum-hukum seputar masjid] 


Keutamaan Berjalan Kaki ke Masjid

Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu dari Nabi -alaihishshalatu wassalam- bahwa beliau bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ أَوْ رَاحَ أَعَدَّ اللهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ

“Barangsiapa menuju masjid pada waktu pagi hari atau sore hari maka Allah akan memberikan jamuan hidangan baginya di surga pada setiap pagi dan sore.” (HR. Al-Bukhari no. 148 dan Muslim no. 669)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajat.” (HR. Muslim no. 1553)

Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ

“Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 649)

Dari Abu Musa katanya; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ

“Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur.” (HR. Muslim no. 662) 

Penjelasan ringkas : 

Di antara rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya yang beribadah, Allah tidak hanya memberikan pahala kepada mereka atas ibadahnya, akan tetapi Allah juga memberikan pahala pada semua perkara yang melengkapi dan menjadi wasilah dan sebab terjadinya ibadah tersebut, baik pelengkap tersebut berada sebelum ibadah itu maupun berada setelahnya.

Tatkala berjalan pulang balik masjid merupakan pelengkap dan wasilah ibadah di masjid, maka Allah Ta’ala juga memberikan pahala atas berjalannya sebagaimana Allah memberikan pahala atas semua ibadahnya di masjid. Bahkan pahala berjalan ke masjid sama pahalanya seperti ribath (berjaga di daerah perbatasan musuh). Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ, فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

“Maukah kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang dengannya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu pada keadaan yang dibenci (seperti pada keadaan yang sangat dingin, pent.), banyak berjalan ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Maka itulah ribath, itulah ribath.” (HR. Muslim no. 251)

Adapun langkah pulangnya dari masjid, maka Allah Ta’ala juga menetapkan pahala baginya. Dari Ubay bin Kaab radhiyallahu'anhu dia berkata: 

“Ada seorang dari golongan sahabat Anshar yang saya tidak mengetahui seseorang pun yang rumahnya lebih jauh letaknya dari rumah orang itu jikalau hendak ke masjid, tetapi ia tidak pernah terlambat oleh sesuatu shalat (yakni setiap shalat fardhu ia mesti mengikuti berjamaah, pent.). Lalu dikatakan kepadanya, “Alangkah baiknya jikalau engkau membeli seekor keledai yang dapat engkau naiki di waktu malam gelap gulita serta di waktu teriknya panas matahari.” Dia menjawab, “Saya tidak senang kalau rumahku itu ada di dekat masjid, sesungguhnya saya ingin kalau jalanku sewaktu pergi ke masjid dan sewaktu pulang dari masjid untuk kembali ke tempat keluargaku itu dicatat pahalanya untukku.” Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, “Allah telah mengumpulkan untukmu pahala kesemuanya itu (yakni waktu pergi dan pulangnya semuanya diberi pahala, pent.).” (HR. Muslim)

Melihat semua keutamaan di atas, maka hendaknya orang yang sanggup untuk berjalan kaki ke masjid, hendaknya dia tidak menggunakan kendaraan karena pahalanya tidaklah sama. Ini ditunjukkan oleh hadits Ubay bin Ka’ab di atas.
________

Category: Ibadah , Keutamaan - Fadhillah , Shalat

0 comments:

Post a Comment