You are here: Home » Hadits , Manhaj » Hadits Shahih Sumber Hukum Syari’at, Bukan Hadits Dha’if
Selain bertopang pada al-Quran, hukum yang ditetapkan dalam agama Islam haruslah berlandaskan hadits shahih, bukan hadits dha’if. Allah ta’ala telah mengistimewakan agama ini dengan adanya sanad (jalur periwayatan) hadits. Sanad merupakan penopang agama. Oleh karena itu, hadits shahih wajib diamalkan, adapun hadits dha’if, wajib ditinggalkan. Seorang muslim tidak diperkenankan untuk menetapkan suatu hukum dari sebuah hadits, kecuali sebelumnya dia telah meneliti, apakah sanad hadits tersebut shahih ataukah tidak?
Abdullah bin Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata,
Imam Muslim rahimahullah berkata, “Ketahuilah, -semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu-, bahwa seluk beluk hadits dan pengetahuan terhadap hadits yang shahih dan cacat hanya menjadi spesialisasi bagi para ahli hadits. Hal itu dikarenakan mereka adalah pribadi yang menghafal seluruh periwayatan para rawi yang sangat mengilmui jalur periwayatan. Sehingga, pondasi yang menjadi landasan beragama mereka adalah hadits dan atsar yang dinukil (secara turun temurun) dari masa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga masa kita sekarang.” (At-Tamyiz hal. 218).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah berkata,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
Al-Anshari rahimahullah berkata, “Seorang yang ingin berdalil dengan suatu hadits yang terdapat dalam kitab Sunan dan Musnad, (maka dia berada dalam dua kondisi). Jika dia seorang yang mampu untuk mengetahui (kandungan) hadits yang akan dijadikan dalil, maka dia tidak boleh berdalil dengannya hingga dia meneliti ketersambungan sanad hadits tersebut (hingga nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan kapabilitas para perawinya. Jika dia tidak mampu, maka dia boleh berdalil dengannya apabila menemui salah seorang imam yang menilai hadits tersebut berderajat shahih atau hasan. Jika tidak menemui seorang imam yang menshahihkan hadits tersebut, maka dia tidak boleh berdalil dengan hadits tersebut.” (Fath al-Baqi fi Syarh Alfiyah al-’Iraqi).
Diterjemahkan dari Ushul Fiqh ‘ala Manhaj Ahli al-Hadits hal. 9-10, karya Zakariya bin Ghulam Qadir al-Bakistani.
Gedong Kuning, Yogyakarta, 5 Rabi’ ats Tsani 1431.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id
Related posts:
If you enjoyed this article, subscribe to receive more great content just like it.
0 comments:
Post a Comment