Other Recent Articles

Kedudukan As-Sunnah Dalam Syari'at Islam

By Unknown on Wednesday 13 June 2012 0 comments

Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ummat Islam sepakat bahwa apa saja yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik ucapan, perbuatan, atau taqrir yang sampai kepada kita dengan jalan Mutawatir dan Ahad dengan sanad yang shahih, maka wajib bagi kita untuk menerimanya dan mengamalkannya. Pemberian istilah Mutawatir dan Ahad adalah untuk menunjukkan nilai sanadnya, bukan untuk membolehkan kita menimbang-nimbang dalam menerima dan menolak dalil-dalil tersebut.

As-Sunnah yang qath'iy dan zhanni adalah sebagai hujjah bila sanadnya shahih, karena As-Sunnah sebagai sumber pembentukan hukum Islam yang oleh para ulama dan mujtahidin dijadikan sebagai rujukan istinbath dalam hukum syariat. Dengan kata lain, hukum-hukum yang ada pada As-Sunnah adalah merupakan hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur-an, yang fungsinya sebagai hukum dan perundang-undangan yang harus ditaati.


A. Dalil-Dalil Tentang Hujjah As-Sunnah

Al-Qur-anul Karim menyuruh kita berhukum dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dalam Al-Qur-an banyak sekali ayat-ayat yang menyuruh kita taat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berhukum kepadanya, antara lain:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا

1. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah ia telah sesat, sesat yang nyata.” [Al-Ahzaab: 36]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

2. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah engkau mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Hujurat: 1]

قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

3. “Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.’” [Ali ‘Imran: 32]

مَّا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا

4. “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” [An-Nisaa': 79]

مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

5. “Barangsiapa mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” [An-Nisaa': 80]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

6. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur-an) dan Rasul (As-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan sebaik-baik ta’wil.” [An-Nisaa': 59]

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

7. “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Al-Anfaal: 46]

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

8. “Dan ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” [Al-Maa-idah: 92]

لَّا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُم بَعْضًا ۚ قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنكُمْ لِوَاذًا ۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

9.“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” [An-Nuur: 63]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

10. “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyuruhmu kepada suatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membuat dinding antara manusia dan hatinya, sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” [Al-Anfal: 24]

وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُوَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ

11.“...Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api Neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” [An-Nisaa': 13-14]

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًاوَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًا

12. “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu, dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: 'Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul', niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati)mu.” [An-Nisaa': 60-61]

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

13.“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, maka mereka berkata: ‘Kami mendengar, dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” [An-Nuur: 51-52]

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

14. “...Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” [Al-Hasyr: 7]

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

15. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan ia banyak menyebut Allah.” [Al-Ahzaab: 21]

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَىٰ مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ

16. “Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur-an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” [An-Najm: 1-4]

بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

17. “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan Kitab-Kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur-an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” [An-Nahl: 44]

[Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005]


B. Hadits-Hadits Yang Memerintahkan Kita Untuk Mengikuti Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dalam Segala Hal 

Begitu pula halnya dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, banyak kita temui perintah yang mewajibkan untuk mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam segala perkara, di antaranya ialah:

1. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Setiap ummatku akan masuk Surga, kecuali yang enggan.” Mereka (para Shahabat) bertanya: “Siapa yang enggan itu?” Jawab beliau: “Barangsiapa yang mentaatiku pasti masuk Surga, dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan.” [1]

2. عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَتْ مَلاَئِكَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ نَائِمٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّهُ نَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ أَنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانُ فَقَالُوْا: إِنَّ لِصَاحِبِكُمْ هَذَا مَثَلاً، فَاضْرِبُوْا لَهُ مَثَلاً فَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّهُ نَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانٌ، فَقَالُوْا: مَثَلُهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا، وَجَعَلَ فِيْهَا مَأْدُبَةً وَبَعَثَ دَاعِيًا فَمَنْ أَجَابَ الدَّاعِيَ دَخَلَ الدَّارَ وَأَكَلَ مِنَ الْمَأْدُبَةِ، وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّاعِيَ لَمْ يَدْخُلِ الدَّارَ وَلَمْ يَأْكُلْ مِنَ الْمَأْدُبَةِ، فَقَالُوْا: أَوِّلُوْهَا لَهُ يَفْقَهْهَا، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّهُ نَائِمٌ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانُ، فَقَالُوْا: فَالدَّارُ الْجَنَّةُ، وَالدَّاعِي مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَنْ أَطَاعَ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَى مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَّقَ بَيْنَ النَّاسِ.

Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Telah datang beberapa Malaikat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika beliau sedang tidur. Sebagian dari mereka berkata, ‘Dia sedang tidur,’ dan yang lainnya berkata, ‘Sesungguhnya matanya tidur tetapi hatinya sadar.’ Para Malaikat berkata, ‘Sesungguhnya bagi orang ini ada perumpamaan, maka buatlah perumpamaan baginya.’ Sebagian lagi berkata, ‘Sesungguhnya ia sedang tidur,’ yang lain berkata, ‘Matanya tidur tetapi hatinya sadar.’ Para Malaikat berkata, ‘Perumpamaan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seperti seorang yang membangun rumah, lalu ia menyediakan hidangan dalam rumahnya itu, kemudian ia mengutus seorang pengundang, maka ada orang yang memenuhi undangan itu dan masuk ke rumah serta makan hidangannya. Tetapi adapula orang yang tidak memenuhi undangannya, tidak masuk ke rumah dan tidak makan hidangannya.’ Mereka berkata, ‘Terangkan tafsir dari perumpamaan itu agar orang dapat faham.’ Sebagian mereka berkata lagi, ‘Ia sedang tidur,’ yang lainnya berkata, ‘Matanya tidur, tetapi hatinya sadar.’ Para Malaikat berkata, ‘Rumah yang dimaksud adalah Surga, sedang pengundang adalah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Barangsiapa mentaati Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam berarti ia taat kepada Allah, dan barangsiapa mendurhakai Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam berarti ia telah mendurhakai Allah; dan Muhammad itu adalah pemisah di antara manusia.’” [2]

3. عَنْ أَبِي مُوْسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ مَا بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْماً فَقَالَ: يَا قَوْمِ إِنِّي رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَيَّ وَإِنِّي أَنَا النَّذِيْرُ الْعُرْيَانُ، فَالنَّجَاءَ فَأَطَاعَهُ طَائِفَةٌ مِنْ قَوْمِهِ فَأَدْلَجُوْا فَانْطَلَقُوْا عَلَى مَهْلِهِمْ فَنَجَوْا، وَكَذَّبَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ فَأَصْبَحُوْا مَكَانَهُمْ فَصَبَّحَهُمُ الْجَيْشُ فَأَهْلَكَهُمْ وَاجْتَاحَهُمْ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ أَطَاعَنِي فَاتَّبَعَ مَا جِئْتُ بِهِ وَمَثَلُ مَنْ عَصَانِي وَكَذَّبَ بِمَا جِِئْتُ بِهِ مِنَ الْحَقِّ.

Dari Abi Musa Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan apa-apa yang Allah utus aku dengannya seperti seorang yang mendatangi suatu kaum, lalu ia berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku melihat pasukan musuh dengan mata kepalaku dan sesungguhnya aku pengancam yang nyata, maka marilah menuju kepada keselamatan. Sebagian dari kaum itu mentaatinya, lalu mereka masuk pergi bersamanya, maka selamatlah mereka. Sebagian dari mereka mendustakan. Pagi-pagi mereka diserang oleh pasukan musuh lalu mereka dihancurkan dan diluluhlantakan. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang taat kepadaku dan mengikuti apa yang aku bawa dan perumpamaan orang-orang yang durhaka kepadaku dan mendustakan kebenaran yang aku bawa.” [3]

4. عَنْ أَبِي رَافِعٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ أُلْفِيَنَّ أَحَدُكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيْكَتِهِ يَأْتِيْهِ اْلأَمْرُ مِنْ أَمْرِي مِمَّا أَمَرْتُ بِهِ أَوْ نَهَيْتُ عَنْهُ فَيَقُوْلُ: لاَ نَدْرِي مَا وَجَدْنَا فِي كِتَابِ اللهِ اتَّبَعْنَاهُ.

Dari Abi Rafi’ Radhiyallahu anhu, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Nanti akan ada seorang di antara kalian yang duduk bersandar di sofanya lalu datang kepadanya perintah dari perintahku dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang. Ia berkata: ‘Aku tidak tahu apa-apa. Yang kami dapati dalam Kitabullaah kami ikuti (dan yang tidak terdapat dalam Kita-bullaah kami tidak ikuti).’” [4]

5. عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ يُوْشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيْكَتِهِ يَقُوْلُ: عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيْهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوْهُ، وَمَا وَجَدْتُمْ فِيْهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوْهُ وَإِنَّ مَا حَرَّمَ رَسُوْلُ اللهِ كَمَا حَرَّمَ اللهُ أَلاَ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ اْلأَهْلِيِّ وَلاَ كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السَّبُعِ، وَلاَ لُقَطَةُ مُعَاهَدٍ إِلاَّ أَنْ يَسْتَغْنِيَ عَنْهَا صَاحِبُهَا وَمَنْ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَعَلَيْهِمْ أَنْ يَقْرُوْهُ فَإِنْ لَمْ يَقْرُوْهُ فَلَهُ أَنْ يُعْقِبَهُمْ بِمِثْلِ قِرَاهُ.

Dari Miqdam bin Ma’di Kariba Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : ‘Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan yang seperti Al-Qur-an bersamanya. Ketahuilah, nanti akan ada orang yang kenyang di atas sofanya sambil berkata, ‘Cukuplah bagimu untuk berpegang dengan Al-Qur-an (saja), apa-apa yang kalian dapati hukum halal di dalamnya maka halalkanlah dan apa-apa yang kalian dapati hukum haram di dalamnya, maka haramkanlah.’ (Ketahuilah) sesungguhnya apa-apa yang diharamkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sama seperti yang diharamkan Allah, ketahuilah tidak halal bagi kalian keledai negeri dan tiap-tiap yang bertaring dari binatang buas dan tidak halal pula barang pungutan (kafir) mu’ahad kecuali bila pemiliknya tidak memerlukannya dan barangsiapa yang singgah di suatu kaum, maka wajib atas mereka menghormatinya. Bila mereka tidak menghormatinya, maka wajib baginya menggantikan yang serupa dengan penghormatan itu.’” [5]

6. عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَ هُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : ‘Aku tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku, serta keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangiku di Telaga (di Surga).” [6]

7. قَالَ الْعِرْبَاضُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَناَ مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْناَ فَقَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.

Berkata al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati takut, maka seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat.’ Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‘Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigit-lah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid‘ah. Dan setiap bid‘ah itu adalah sesat.”[7]

Dalil-dalil dari Al-Qur-an al-Karim dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tersebut di atas memberikan petunjuk yang sangat penting sekali kepada kita, secara global sebagai berikut:

1. Tidak ada perbedaan antara hukum Allah dan hukum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena tidak boleh seorang mukmin memilih-milih dengan maksud menyalahinya, dan yang demikian termasuk durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka perbuatan tersebut sudah termasuk sesat.

2. Tidak boleh seseorang mendahului Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana ia tidak boleh mendahului Allah, yakni tidak boleh menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Maksud dari ayat pertama dari surat al-Hujurat adalah: ‘Janganlah kalian berkata hingga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, janganlah kalian memerintah hingga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintah, janganlah kalian berfatwa hingga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berfatwa dan jangan menetapkan satu urusan hingga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menghukumi dan memutuskan.’” [8]

3. Taat kepada Rasul berarti taat kepada Allah.

4. Orang yang berpaling dari taat kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam berarti termasuk kelakuan orang-orang kafir.

5. Ketika terjadi perselisihan dalam urusan agama, maka wajib kita kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan (manusia) untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya. Allah mengulangi kalimat: وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ sebagai pemberitahuan bahwa taat kepada Rasul hukumnya wajib tanpa pamrih dan tanpa membandingkan lagi dengan Kitabullah, bahkan perintah beliau wajib ditaati secara mutlak, baik perintah itu ada di dalam Al-Qur-an maupun tidak, ‘Karena beliau diberikan Kitab dan yang seperti itu bersamanya,’ dan Allah tidak menggunakan kata taat kepada ulil amri, bahkan Allah membuang fii tha’at karena kepada ulil amri sudah terkandung dalam taat kepada Rasul [9]. Para ulama telah bersepakat bahwa kembali kepada Allah berarti kembali kepada kitab-Nya (Al Qur-an) dan kembali kepada Rasul ketika beliau masih hidup dan setelah beliau wafat kembali kepada sunnah-sunnah-Nya dan yang demikian termasuk dari syarat-syarat keimanan.

6. Jatuhnya kaum muslimin dan hilangnya kekuatan mereka disebabkan mereka terus berselisih dan tidak mau kembali kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah.

7. Orang yang menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam akan mendapat fitnah di dunia dan adzab di akhirat.

8. Orang yang menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam akan mendapat akibat yang jelek di dunia dan akhirat

9. Wajib memenuhi panggilan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan perintahnya, karena yang demikian akan membuat hidup jadi lebih baik dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat

10. Taat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam penyebab utama masuknya seseorang ke dalam Surga dan memperoleh kesuksesan yang besar, dan orang yang durhaka kepadanya akan masuk ke dalam Neraka serta mendapatkan adzab yang hina.

11. Di antara ciri-ciri orang munafiq, apabila mereka diajak untuk berhukum kepada hukum Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan kepada Sunnahnya, mereka tidak mau bahkan berusaha untuk menghalang-halangi orang yang ingin kembali kepada-Nya.

12. Orang-orang mukmin berbeda dengan orang-orang munafiq, karena orang-orang mukmin bila diseru untuk berhukum dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mereka segera memenuhinya seraya berkata, “Sami’na wa atha’na (Kami dengar dan kami mentaati).”

13. Setiap yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka wajib kita mengikutinya dan setiap yang dilarangnya, wajib bagi kita menjauhinya.

14. Contoh tauladan bagi umat Islam dalam segala urusan agama adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

15. Setiap kalimat yang diucapkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan agama dan urusan ghaib yang tidak dapat diketahui akal dan tidak pula percobaan, maka hal itu merupakan wahyu dari Allah kepada beliau yang tidak ada kebathilan di dalamnya.

16. As-Sunnah merupakan penjelas bagi Al-Qur-an yang diturunkan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

17. Al-Qur-an harus dijabarkan dengan As-Sunnah, bahkan As-Sunnah sama dengan Al-Qur-an dalam sifat wajib taat dan mengikutinya.

18. Apa-apa yang diharamkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sama dengan apa-apa yang diharamkan Allah, demikian pula segala sesuatu yang dibawa Rasulullah yang tidak terdapat dalam Al-Qur-an, maka dia sama dengan Al-Qur-an berdasarkan keumuman hadits no. 5.

19. Manusia bisa selamat dari kesesatan dan penyelewengan hanyalah dengan berpegang dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah yang demikian itu merupakan hukum yang tetap berlaku terus sampai hari Kiamat, dan tidak boleh memisahkan antara Al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

20. Kewajiban mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencakup masalah ‘aqidah maupun ahkam, dan meliputi seluruh perkara agama, serta tertuju kepada siapa saja yang sudah sampai kepadanya risalah da’wah sampai hari Kiamat.[10]

[Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 7280) dan Ahmad (II/361).
[2]. Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 7281), Fat-hul Baari (XIII/249-250). Yang dimaksud pemisah yakni memisahkan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir atau antara yang haq dengan yang bathil.
[3]. Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 6482, 7283) dan Muslim (no. 2283 (16)).
[4]. Hadits shahih riwayat Ahmad (VI/8), Abu Dawud (no. 4605) dan ini adalah lafazh miliknya, at-Tirmidzi (no. 2663), Ibnu Majah (no. 13), Ibnu Hibban (no. 98-Mawarid) dan lainnya.
[5]. Hadits shahih riwayat Abu Dawud (no. 4604) dan lafazh ini miliknya, Ahmad (IV/ 131), Ibnu Hibban (no. 12), ath-Thabrani (al-Mu’jamul Kabir XX/ no. 669-670), ath-Thahawy dalam Syarah Ma’anil Atsaar (IV/209) dan al-Baihaqy (IX/332).
[6]. Hadits shahih riwayat al-Hakim (I/93) dan al-Baihaqy (X/114).
[7]. HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no. 4607), at-Tirmidzi (no. 2676), ad-Darimy (I/44-45), al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah (I/ 205), al-Hakim (I/95-96), dishahihkan dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi, Syaikh al-Albany juga menshahihkan hadits ini dalam Irwaa-ul Ghaliil (no. 2455).
[8]. I’lamul Muwaqqi’iin (II/94) tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman
[9]. I’lamul Muwaqqi’in (II/89), tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman.
[10]. Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fil ‘Aqaa-id wal Ahkam (hal. 33-36), oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani v, cet. I/ Darus Sa-lafiyah, th. 1406 H.


C. Dalil-Dalil Ijma’ Yang Memerintahkan Untuk Mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam

Umat Islam telah bersepakat tentang wajibnya beramal dengan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih, bahkan yang demikian termasuk memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Kaum Muslimin menerima As-Sunnah sebagaimana mereka menerima Al-Qur-an, karena As-Sunnah merupakan sumber tasyri’ yang disaksikan Allah.

قُل لَّا أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ

“Katakanlah: ‘Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah padaku, dan tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang Malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah: ‘Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?’ Maka apakah kamu tidak memikirkannya?” [Al-An’aam: 50]

Kaum muslimin sejak masa Shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Tabi’in, Tabiut Tabi’in, dan generasi-generasi yang sesudahnya sampai hari ini mereka selalu mengembalikan setiap persoalan agama kepada Al-Qur-an dan As-Sun-nah, berpegang teguh dengannya dan menjaganya.

Di antara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa para Shabahat dan Tabi’in berpegang teguh kepada As-Sunnah adalah:

Pertama : Tatkala Abu Bakar Radhiyallahu anhu memegang tampuk khilafah, datang Fathimah binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menemuinya menanyakan bagian warisan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya apabila Allah memberi makan seorang Nabi kemudian ia diwafatkan, maka ia menjadikan warisan bagi orang yang sesudahnya.’ Karena itu, aku memandang bagian itu harus dikembalikan kepada kaum muslimin.” Fathimah berkata, “Engkau lebih mengetahui daripada aku tentang apa-apa yang telah engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.” [1]

Dalam riwayat yang lain, Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata,

لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلاَّ عَمِلْتُ بِهِ، فَإِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ.

“Aku tidak akan meninggalkan sesuatu pun yang diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku khawatir bila aku meninggalkan perintahnya aku akan tersesat.” [2]

Kedua : ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu berdiri di hadapan Hajar Aswad seraya berkata, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah batu, seandainya aku tidak lihat kekasihku (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) menciummu atau menyentuhmu, niscaya aku tidak akan menyentuh dan menciummu.”[3]

Ketiga : ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu berkata tentang berdirinya orang-orang ketika jenazah lewat: “Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri, maka kami pun berdiri, dan ketika beliau duduk, kami pun duduk.” [4]


Keempat : Ada orang berkata kepada ‘Abdullah bin ‘Umar: “Kami tidak mendapati dalam Al-Qur-an tentang cara shalat Safar?” Ibnu ‘Umar berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita dan tadinya kita tidak mengetahui sesuatu. Karena itu, kita berbuat (beramal) sebagaimana kita melihat apa yang Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam amalkan.”

Dalam riwayat yang lain ia berkata: “Tadinya kita sesat, lalu Allah menunjukkan kita dengan beliau, karena itu kita wajib mengikuti jejak beliau.” [5]

Kelima : Datang seorang wanita kepada ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Aku diberi kabar bahwa engkau melarang wanita menyambung rambut?” ‘Abdullah bin Mas’ud berkata: “Benar.” Wanita tersebut berkata: “Apakah larangan itu ada dalam Kitabullah atau engkau dengar langsung dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam?” ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu menjawab, “Aku mendapatkan larangan itu dalam Kitabullah dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam!” Wanita tersebut berkata lagi: “Demi Allah, aku telah membaca mushhaf Al-Qur-an dari awal hingga akhir tetapi aku tidak mendapatkan larangan itu.” Ibnu Mas’ud berkata: “Bukankah ada di dalamnya ayat:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

‘... Apa-apa yang datang dari Rasul, kamu ambil dan apa-apa yang dilarang kamu tinggalkan…’” [Al-Hasyr: 7]

Wanita itu menjawab: “Ya.” Selanjutnya Ibnu Mas’ud berkata: “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang (dalam lafazh lain: melaknat) mencabut bulu dahi, mengikir gigi, menyambung rambut dan mencacah kecuali karena sakit.” [6]

Keenam : Abu Nadhrah meriwayatkan dari Shahabat ‘Imran bin Hushain, ada seorang datang kepadanya bertanya tentang sesuatu, lalu ‘Imran bin Hushain menjawabnya dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu orang yang bertanya tadi berkata, “Jawablah dari Kitabullah, jangan engkau sampaikan selainnya.” ‘Imran berkata: “Engkau adalah orang bodoh (tolol)... Apakah engkau mendapatkan dalam Al-Qur-an tentang shalat Zhuhur yang empat raka’at, tidak dijahrkan bacaannya, bilangan raka’at shalat, ukuran zakat…?” Kemudian ia berkata lagi, “Apakah engkau mendapatkan semua itu diterangkan dalam Al-Qur-an? Ketahuilah, Al-Qur-an yang memerintahkan dan As-Sunnah yang menafsirkan atau menjelaskannya.” [7]

Sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh tentang berpegangnya para Shahabat dan Tabi’in terhadap Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya. Mutharrif bin ‘Abdillah bin Syikhir (salah seorang dari kalangan Tabi’in) pernah ditanya oleh seseorang: “Jangan engkau sampaikan kepada kami melainkan dari Al-Qur-an saja.” Mutharrif berkata, “Demi Allah, kami tidak menghendaki ganti dari Al-Qur-an, tetapi kami ingin (menyampaikan) penjelasan dari orang yang lebih mengetahui tentang Al-Qur-an daripada kami, yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam [8]. Beliau yang menjelaskan Al-Qur-an, me-nerapkan dalam taklimnya, menerangkan maksud dan tujuan firman Allah, serta merinci hukum-hukumNya dengan Sunnah beliau yang suci. Beliau adalah qudwah bagi kaum Muslimin (sampai hari Kiamat), oleh karena itu berpeganglah kalian dengan As-Sunnah ini sebagai-mana kalian berpegang kepada Al-Qur-anul Karim, dan jagalah As-Sunnah ini sebagaimana kalian menjaga Al-Qur-an.

[Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih riwayat Ahmad (I/4), Syaikh Ahmad Muhammad Syakir menshahihkan hadits ini dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 14).
[2]. Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 3093).
[3]. Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 1597) dan Muslim (no. 1270).
[4]. Hadits shahih riwayat Ahmad (no. 631, 1094, 1167) tahqiq Ahmad Syakir, Muslim (no. 962 (84)), Ibnu Majah (no. 1544) dan ath-Tha-yalisy (I/127 no. 145).
[5]. Hadits shahih riwayat Ahmad (II/66 dan 94 atau no. 5333 dan 5683) tahqiq Ahmad Muhammad Syakir.
[6]. Hadits shahih riwayat al-Bukhari (no. 4886), Muslim (no. 2125 (120)), Ahmad (no. 3945) tahqiq Ahmad Syakir, Abu Dawud (no. 4169), Ibnu Baththah fil Ibaanah (I/ 236 no. 68) dan al-Ajurry fisy Syari’ah (I/420-422 no. 103-104), ini adalah lafazh Ahmad.
[7]. Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1192 no. 2348) tahqiq Abul Asybal az-Zuhairy.
[8]. Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1193 no. 2349).


Sumber: http://almanhaj.or.id/

Category: Manhaj

0 comments:

Post a Comment