Other Recent Articles

Dosa-Dosa Besar (Al-Kabaair)

By Unknown on Tuesday 3 July 2012 0 comments

Allah ta’ala berfirman :
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” [QS. An-Nisaa’ : 31].

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
“Shalat fardlu yang lima, shalat Jum’at hingga shalat Jum’at berikutnya, dan puasa Ramadlaan hingga puasa Ramadlaan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa yang ada di antaranya, apabila orang tersebut meninggalkan dosa-dosa besar” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 233]

Banyak ulama yang mendefinisikan makna dosa besar (kabaair) menurut terminologi syari’at.

Ibnu Jarir rahimahullah membawakan riwayat sebagai berikut :
Telah menceritakan kepada kami Ya’quub : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah : Telah mengkhabarkan kepada kami Ayyuub, dari Muhammad bin Siiriin, ia berkata : “Aku diberi tahu bahwa Ibnu ‘Abbaas berkata : ‘Setiap hal yang dilarang Allah adalah dosa besar” [Tafsir Ibnu Jariir 8/244 no. 9202 dan Tafsiir Ibni Katsiir 2/283; shahih].

Telah menceritakan kepada kami Ya’quub bin Ibraahiim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Hassaan, dari Muhammad bin Waasi’, ia berkata : Telah berkata Sa’iid bin Jubair : “Semua hal yang menyebabkan/mengkonsekuensikan (ancaman neraka) dalam Al-Qur’an adalah dosa besar” [idem, 8/246-247 no. 9213; shahih].

Ar-Raafi’iy rahimahullah berkata dalam Asy-Syarhul-Kabiir :
“Dosa besar adalah sesuatu yang mengkonsekuensikan adanya hadd. Dikatakan pula, segala sesuatu yang menetapkan adanya ancaman bagi pelakunya berdasarkan nash Al-Qur’an dan As-Sunnah” [Fathul-Baariy, 12/183].

Al-Baghawiy rahimahullah berkata :
“Semua kemaksiatan yang mewajibkan adanya hadd, maka ia dinamakan dosa besar. Dikatakan pula, segala sesuatu yang menetapkan adanya ancaman bagi pelakunya berdasarkan nash Al-Qur’an dan As-Sunnah” [idem].

Al-Qurthubiy Al-Mufassir rahimahullah berkata :
“Maka setiap dosa yang ditetapkan syari’at dengan besar atau kerasnya ancaman padanya, atau besarnya bahaya/kerusakan perbuatan tersebut sebagaimana telah kami sebutkan, adalah dosa besar. Adapun selain dari itu disebut dosa kecil. Inilah yang mengikatmu dalam bab ini beserta batasannya. Wallaahu a’lam” [Tafsir Al-Qurthubiy, 5/160-161].

Adapun nash-nash yang menyebutkan tentang dosa besar, jumlahnya, jenisnya, dan lafadh-lafadhnya dapat disebutkan sebagai berikut :

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah : 159-160].

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muniir, ia mendengar Wahb bin Jariir dan ‘Abdul-Malik bin Ibraahiim, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari ‘Ubaidullah bin Abi Bakr bin Anas, dari Anas radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang dosa besar (al-kabaair). Beliau bersabda : Syirik kepada Allah, durhaka kepada dua orang tua, membunuh jiwa (tanpa hak), dan persaksian palsu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2653].

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yuunus : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Sa’d, dari ayahnya, dari Humaid bin ‘Abdirrahmaan, dari ‘Abdullah bin ‘Amru radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya termasuk di antara dosa besar yang paling besar adalah seseorang yang melaknat kedua orang tuanya”. Dikatakan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa seseorang melaknat kedua orang tuanya ?”. Beliau menjawab : “Orang itu memaki ayah orang lain, sehingga orang  lain itu balas memaki ayah dan ibunya (orang pertama)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5973].

Telah menceritakan kepadaku Haaruun bin Sa’iid Al-Ailiy : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Sulaimaan bin Bilaal, dari Tsaur bin Zaid, dari Abul-Ghaits, dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan”. Dikatakan : “Wahai Rasulullah, apakah itu ?”. Beliau menjawab : Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan riba, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh wanita mukminah baik-baik lagi suci telah berbuat zina [Diriwayatkan oleh Muslim no. 89].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda : “Ada tiga orang yang jangan engkau tanyakan tentang keadaan mereka : (1) seorang laki-laki yang memisahkan diri dari jama’ah dan durhaka kepada imamnya dan ia pun akirnya mati dalam keadaan durhaka, (2) budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri, dan kemudian mati (dalam keadaan tersebut), serta (3) wanita yang ditinggal pergi suaminya dimana suaminya itu telah mencukupinya dengan nafkah dunia, lalu ia bertabarruj setelahnya (untuk selain suaminya). Jangan engkau tanya keadaan mereka !. Ada tiga orang lagi yang jangan engkau tanyakan tentang keadaan mereka : (1) seorang laki-laki yang menyaingi selendang Allah ‘azza wa jallaa, sedangkan selendang-Nya itu adalah kesombongan dan sarungnya adalah kemuliaan, (2) seorang laki-laki yang ragu akan kekuasaan Allah, serta (3) putus asa dari rahmat Allah” [Diriwayatkan oleh Ahmad 6/19; shahih].

Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Abi Syaibah dan Ishaaq bin Ibraahiim. Ishaaq berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Jariir. ‘Utsmaan berkata : Telah menceritakan kepada kami Jariir; dari Manshuur, dari Abu Waail, dari ‘Amru bin Syarahbiil, dari ‘Abdullah (bin Mas’uud), ia berkata : “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah ?”. Beliau menjawab : “Engkau membuat tandingan bagi Allah, padahal Dia yang menciptakanmu”. Aku berkata : “Sesungguhnya hal itu memang dosa yang sangat besar. Kemudian apa ?”. Beliau menjawab : “Kemudian, engkau membunuh anakmu karena khawatir ia akan makan bersamamu”. Aku berkata : “Kemudian apa ?”. Beliau menjawab : “Kemudian, engkau berzina dengan istri tetanggamu” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 86].

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Salaam : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidah bin Humaid Abu ‘Abdirrahmaan, dari Manshuur, dari Mujaahid, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dari sebagian pekuburan di Madinah. Lalu beliau mendengar suara dua orang manusia yang sedang diadzab di kuburnya. Beliau bersabda : ‘Keduanya sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab karena dosa besar (menurut prasangka keduanya), padahal itu merupakan dosa besar. Salah satu di antara keduanya diadzab karena tidak membersihkan diri/bersuci dari kencing, dan yang lain karena selalu melakukan namiimah (adu domba). Kemudian beliau meminta pelepah daun kurma yang masih basah dan membelahnya menjadi dua bagian. Satu bagian potongan ditancapkan di salah satu kubur tersebut, dan satu bagian lagi di kubur yang lain. Lalu beliau bersabda : “Semoga hal ini dapat meringankan siksa keduanya selama pelepah itu belum kering” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6055].

Al-Bukhaariy meletakkan hadits di atas pada bab : Termasuk dosa besar tidak berlindung diri dari air kencingnya  (من الكبائر أن لا يستتر من بوله) dan bab : Namiimah termasuk dosa besar (النميمة من الكبائر).

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, Muhammad bin Al-Mutsannaa, dan Ibnu Basyaar, mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, dari Syu’bah, dari ‘Aliy bin Mudrik, dari Abu Zur’ah, dari Kharsyah bin Al-Hurr, dari Abu Dzarr, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah di hari kiamat, tidak dilihat, dan tidak pula disucikan serta baginya adzab yang sanga pedih”.  Abu Dzar berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengucapkannya tiga kali”. Kemudian Abu Dzarr bertanya : “Sungguh sangat jelek dan meruginya, Siapakah mereka itu wahai Rasulullah ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “(Mereka adalah) Musbil (orang yang melakukan isbal), orang yang gemar mengungkit-ungkit kebaikan yang telah diberikan, dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu [Diriwayatkan oleh Muslim no. 106].

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Al-A’masy, dari Abudl-Dluhaa, dari Masruuq, dari ‘Abdullah bin Mas’uud, ia berkata : “Dosa-dosa besar (al-kabaair) adalah yang tercantum di awal surat An-Nisaa’ sampai ayat tigapuluh” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam At-Tafsiir, 8/233 no. 9168; sanadnya dla’if karena ‘an’anah Al-A’masy, dan ia seorang mudallis. Akan tetapi ia shahih dengan banyaknya jalan periwayatan].

Telah menceritakan kepada kami Ibnul-Mutsannaa, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Wahb bin Jariir, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari ‘Abdul-Malik, dari Abuth-Thufail, dari ‘Abdullah (bin Mas’uud), ia berkata : “Dosa-dosa besar (al-kabaair) itu ada empat, yaitu syirik kepada Allah, merasa aman dari makar Allah, putus asa dari kemudahan/karunia Allah, dan putus asa dari rahmat Allah” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam At-Tafsiir, 8/243 no. 9196; shahih].

Telah menceritakan kepada kami Ya’quub bin Ibraahiim, ia berkata : Telah berkata kepada kami Ibnu ‘Ulayyah, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ziyaad bin Mikhraaq, dari Thaisalah bin Mayyaas, ia berkata : Aku pernah bersama / bergabung dengan kelompok Najdaat (yaitu : kelompoknya Najdah bin ‘Aamir Al-Khaarijiy), lalu kemudian aku tertimpa satu dosa yang aku melihatnya termasuk dosa-dosa besar. Lalu aku menemui Ibnu ‘Umar, lalu kukatakan kepadanya : “Aku tertimpa dosa yang aku melihatnya termasuk dosa-dosa besar”. Ia bertanya : “Apakah itu ?”. Aku berkata : “Aku mengalami demikian dan demikian”. Ia menjawab : “Itu bukan dosa besar. Dosa besar itu ada sembilan macam. Akan aku sebutkan kepadamu : (1) Syirik kepada Allah, (2) membunuh jiwa tanpa kehalalannya, (3) melarikan diri dari pertempuran/jihad, (4) menuduh wanita baik-baik lagi suci telah berzina, (5) memakan riba, (6) memakan harta anak yatim secara dhalim, (7) melakukan pembangkangan di Al-Majidil-Haraam, (8) melakukan sihir, dan (9) tangisan kedua orang tua karena kedurhakaan (anaknya)”. Ziyaad berkata : Thaisalah berkata : Ketika Ibnu ‘Umar melihat ketakutanku (atas dosa yang aku perbuat), ia berkata : “Apakah engkau khawatir masuk neraka ?”. Aku menjawab : “Benar”. Ia berkata : “Dan engkau ingin masuk ke dalam surga ?”. Aku menjawab : “Benar”. Ia berkata : “Apakah kedua orang tuamu masih hidup ?”. Aku berkata : “Aku masih punya seorang ibu”. Ia berkata : “Maka demi Allah, apabila engkau melembutkan perkataanmu terhadapnya dan memberi makan kepadanya, niscaya engkau akan masuk surga, selama engkau meninggalkan mujiibaat / dosa-dosa besar” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy 8/239-240 no. 9187; shahih].


Inilah kira-kira penjelasan singkat tentang apa itu dosa besar. Semoga Allah ta’ala selalu melindungi dan menjauhkan kita darinya.

اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اَللَّهُمَ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ

“Ya Allah, jauhkanlah diriku dari dosa-dosaku sebagaimana Engkau telah menjauhkan jarak antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari segala dosa-dosaku seperti baju putih yang dibersihkan dari noda. Ya Allah, cucilah diriku dari segala dosa-dosaku dengan salju, air, dan embun”  
 [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 744 dan Muslim no. 598].

_____________________
Disalin dari offline www.abul-jauzaa.blogspot.com

Category: Akhlaq dan Nasehat , Akidah , Dosa

0 comments:

Post a Comment